D-I PAJAK

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 28 Agustus 2012

PENGELOLAAN PENGURANGAN PIUTANG PAJAK


    Lihat Pasal 24 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000

    Lihat KMK No. 565/KMK.04/2000 Jo KMK No. 539/KMK.03/2002 
  1. Piutang pajak yang dikurangkan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, yang meliputi pokok pajak kenaikan bunga dan atau denda.
  2. Syarat-syarat piutang pajak yang dikurangkan adalah:
  • Piutang tersebut tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT
  • Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  • Wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta warisann tidak mempunyai ahli waris dengan bukti surat keterangan dari instansi yang terkait.
  • Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi karena pindah alamat
  • Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi
  • Penagihan pajak telah kadaluwarsa.


PENATAUSAHAAN PIUTANG PAJAK


Tata Usaha Piutang Pajak 

1.1. Tata Cara Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus
1.1.1.  Jurusita  Pajak  mengetahui,  mendapat  informasi  dan/atau  menemukan  bukti  yang akurat  bahwa  Penanggung  Pajak  ada  indikasi  melakukan  perbuatan  seperti  yang tersebut  di  atas  dan  segera  membuat  konsep  Surat  Perintah  Penagihan  Pajak Seketika  dan  Sekaligus  tanpa  menunggu  tanggal  jatuh  tempo  pembayaran, penerbitan Surat Teguran ataupun  penerbitan Surat  Paksa  lalu  menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.1.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Perintah  Penagihan Pajak  Seketika  dan  Sekaligus,  dan  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan  Pajak.  Dalam  hal  Kepala  Seksi  Penagihan  tidak  menyetujui,  kasus penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus ditutup.
1.1.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menerima,  meneliti,  memberikan  batas  waktu pelunasan,  dan  menandatangani  Surat  Perintah  Penagihan  Pajak  Seketika  dan Sekaligus.
1.1.4.  Jurusita  Pajak  menatausahakan  dan  menyampaikan  Surat  Perintah  Penagihan Pajak  Seketika  dan  Sekaligus  kepada  Penanggung  Pajak  untuk  segera  melunasi tunggakan  pajaknya  sebelum  melakukan  perbuatan‐perbuatan  seperti  yang tersebut di atas dan selanjutnya melaksanakan proses penagihan berikutnya.
1.1.5.  Proses selesai.

1.2. Tata Cara Penerbitan dan Penyampaian Surat Teguran Penagihan
1.2.1.  Berdasarkan data keterlambatan pembayaran tunggakan pajak yang diperoleh dari sistem,  Jurusita  Pajak  mencetak  konsep  Surat  Teguran  Penagihan  dan meneruskannya  kepada  Kepala  Seksi  Penagihan.  Surat  Teguran  Penagihan  dicetak minimal sebanyak rangkap 2 (dua) yaitu :
a. Lembar ke‐1 untuk Wajib Pajak
b. Lembar ke‐2 untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak.
1.2.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Teguran  Penagihan dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.2.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Teguran Penagihan,  1.2.4.  Jurusita  Pajak  menatausahakan  (mencatat  Surat  Teguran  pada  Kartu  Pengawasan Tunggakan  Pajak  dan  mengarsipkan  Surat  Teguran)  dan  mengirimkan  Surat Teguran  Penagihan  kepada  Wajib  Pajak  melalui  Subbagian  Umum  (SOP  Tata  Cara Penyampaian Dokumen di KPP)
1.2.5.  Proses selesai.

1.3. Tata Cara Penerbitan dan Pemberitahuan Surat paksa
1.3.1.  Berdasarkan data  Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, Jurusita Pajak meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.3.2.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Paksa  dan  Berita Acara  Pemberitahuan  Surat  Paksa  serta  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan Pajak.
1.3.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Paksa
kemudian menyampaikannya kepada Jurusita Pajak.
1.3.4.  Jurusita Pajak menerima Surat Paksa dan memberitahukan Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak.
1.3.5.  Jurusita  Pajak  membuat  sekaligus  menandatangani  Laporan  Pelaksanaan  Surat Paksa (LPSP) dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.3.6.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  menandatangani  Laporan  Pelaksanaan  Surat Paksa  (LPSP)  kemudian  menyerahkannya  kembali  kepada  Jurusita  Pajak  untuk ditatausahakan.
1.3.7.  Jurusita  menatausahakan  LPSP  dengan  cara  mencatat  pada  Kartu  Pengawasan serta mengarsipkan LPSP.
1.3.8.  Proses selesai.

1.4. Tata Cara Penerbitan Surat perintah Melaksanakan Penyitaan
1.4.1.  Jurusita  Pajak  meneliti  data  tunggakan  pajak  beserta  pelunasannya (SSP/STTS/SSB/bukti  Pbk)  atau  pengurangan  (keputusan  pembetulan/keputusan keberatan  /putusan  banding/keputusan  pengurangan  atau  pembatalan  ketetapan pajak/keputusan  pengurangan  atau  penghapusan  sanksi  administrasi),  membuat konsep SPMP dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.4.2.  Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep SPMP, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.4.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  SPMP  dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.4.4.  Jurusita Pajak menerima SPMP yang telah disetujui.
1.4.5.  Proses selesai. 

1.5. Tata Cara Pelaksanaan Lelang
1.5.1.  Berdasarkan  data  dari  sistem  yang  menunjukkan  bahwa  Wajib  Pajak/Penanggung Pajak  tidak  melunasi  utang  pajak  dan  biaya  penagihan  pajak  setelah  14  (empat belas)  hari  sejak  pelaksanaan  penyitaan,  Jurusita  Pajak  membuat  konsep  Surat Kesempatan Terakhir sebelum tanggal/hari Pelaksanaan Lelang dan menyampaikan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.2.  Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Kesempatan Terakhir, serta menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.3.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat Kesempatan Terakhir.
1.5.4.  Jurusita  Pajak  menatusahakan  dan  mengirimkan    Surat  Kesempatan  Terakhir kepada  Wajib  Pajak/Penanggung  Pajak  melalui  Subbagian  Umum  (SOP  Tata  Cara Penyampaian Dokumen di KPP)
1.5.5.  Dalam  hal  Wajib  Pajak/Penanggung  Pajak  melunasi  utang  pajaknya,  maka  proses akan dilanjutkan dengan SOP tentang Tata Cara Pencabutan Sita.
1.5.6.  Dalam  hal  Penanggung  Pajak  tetap  tidak  melunasi  utang  pajaknya,  maka  Jurusita Pajak akan membuat konsep Surat Penetapan Harga Limit terhadap barang‐barang yang  telah  disita  dan  akan  dijual melalui  lelang  serta  menyampaikannya  kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.7.  Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Penetapan  Harga Limit serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.8.  Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat  Penetapan Harga Limit.
1.5.9.  Kepala  Seksi  Penagihan  menugaskan  dan  memberi  disposisi  kepada  Jurusita  Pajak untuk menginventarisasi  aset‐aset  Penanggung  Pajak  yang  akan  dilelang  dan membuat konsep Surat permohonan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan
1.5.10. Jurusita  Pajak  menginventarisasi  aset‐aset  Penanggung  Pajak  yang  akan  dilelang, meneliti  dengan  melihat  data  tunggakan  beserta  pelunasan  (SSP/STTS/SSB/bukti Pbk)  atau  pengurangan  (keputusan  pembetulan/keputusan  keberatan/putusan banding/keputusan  pengurangan  atau  pembatalan  ketetapan  pajak/keputusan pengurangan  atau  penghapusan  sanksi  administrasi),  membuat  konsep  Surat
Permohonan  Jadwal  Waktu  dan  Tempat  Pelelangan  yang  disertai  dengan  salinan data  tunggakan  beserta  pelunasan  atau  pengurangan  dan  menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.11. Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Surat  Permohonan  Jadwal Waktu  dan  Tempat  Pelelangan,  serta  menyampaikannya  kepada  Kepala  Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.12. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Surat Permohonan Jadwal Waktu dan Tempat Pelelangan.
1.5.13. Jurusita  Pajak  menyampaikan  Surat  Permohonan  Jadwal  Waktu  dan  Tempat Pelelangan  beserta  kelengkapannya  kepada  Kantor  Pelayanan  Piutang  dan  Lelang Negara.
1.5.14. Setelah  menerima  Surat  Penetapan  Hari  dan  Tanggal  Lelang  Kepala  Kantor Pelayanan  Pajak  meneruskan  Surat  Penetapan  Hari  dan  Tanggal  Lelang  kepada Kepala Seksi Penagihan (SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di KPP).
1.5.15. Jurusita  Pajak  membuat  konsep  Pengumuman  Lelang  dengan  tanggal/hari  14 (empat  belas)  hari  sebelum  tanggal/hari  berdasarkan  Surat  Penetapan  Hari  dan Tanggal  Lelang  dari  Kantor  Pelayanan  Piutang  dan  Lelang  Negara,  dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.16. Kepala  Seksi  Penagihan  meneliti  dan  memaraf  konsep  Pengumuman  Lelang,  serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
1.5.17. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menyetujui  dan  menandatangani  Pengumuman Lelang dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.18. Kepala Seksi Penagihan menerima Pengumuman Lelang yang telah ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan meneruskannya kepada Jurusita Pajak.
1.5.19. Jurusita  Pajak  mengirimkan  Pengumuman  Lelang  ke  penerbit  Surat  Kabar  Harian untuk  diiklankan  atau  ditempel  di  papan  pengumuman  kantor  dalam  hal Pengumuman Lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (dua  puluh  juta  rupiah).  Pengumuman  Lelang  untuk  barang  bergerak  dilakukan  1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
1.5.20. Pelaksanaan  Lelang  dipimpin  oleh  Pejabat  Lelang  dengan  didampingi  oleh  Kepala Kantor  Pelayanan  Pajak  atau  Kepala  Seksi  Penagihan  sebagai  Penjual  Barang Sitaan.
1.5.21. Hasil Lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.
1.5.22. Kepala  Kantor  Pelayanan  Pajak  menerima  Risalah  Lelang  dari  Kantor  Pelayanan Piutang dan Lelang Negara dan meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.
1.5.23. Kepala  Seksi  Penagihan  menerima  Risalah  Lelang  dan  menugaskan  Jurusita  Pajak untuk mengupdate data tunggakan pajak dan menatausahakan.
1.5.24. Jurusita  Pajak  mengupdate  data  tunggakan  pajak  dan  menatausahakan  Risalah Lelang ke dalam berkas penagihan Wajib Pajak.
1.5.25. Proses selesai.




Selasa, 03 Juli 2012

STP BUNGA PENAGIHAN


STP Bunga Penagihan

Surat Tagihan Pajak (STP) Bunga/Denda Penagihan bisa dikatakan sebagai bunga atas bunga, kenapa? karena dasar pengenaan STP adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar TambahanSurat Keputusan PembetulanSurat Keputusan KeberatanPutusan Banding danPutusan Peninjauan Kembali yang dalam nilai ketetapan tersebut telah mengandung unsur sanksi administrasi berupa bunga.
STP Bunga/Denda Penagihan adalah timbul apabila : i) pajak yang masih harus dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, ii) Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran/pelunasan utang pajak, iii) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian dan iv) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian.
Dasar hukum pengenaan STP Bunga/Denda Penagihan
1. Pasal 19 Ayat (1)
 “Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan PembetulanSurat Keputusan KeberatanPutusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bungasebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan”
 2. Pasal 19 Ayat (2)
“Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan”
 3. Pasal 25 ayat (9)
“Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”
 4. Pasal 27 Ayat (5d)
“Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan”
Berdasarkan lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 25/PJ/2008 Tentang Bentuk Dan Isi Nota Penghitungan, Surat Ketetapan Pajak Dan Surat Tagihan Pajak, bagian petunjuk pengisian nota perhitungan STP Bunga/Denda Penagihan, peruntukan Pasal 19 ayat (1) KUP dan Pasal 19 Ayat (2) KUP adalah untuk menghitung STP Bunga Penagihan dari SKPKB atau SKPKBT yang terlambat dan/atau kurang bayar atau mendapat ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran/pelunasan utang pajak atau SK Keberatan, Put.Banding dan Put.Peninjauan Kembali tahun pajak sebelum tahun 2008. Sedangkan Pasal 25 Ayat (9) KUP dan Pasal 27 Ayat (5d) KUP adalah untuk mengenakan denda atas Surat Keputusan Keberatan tahun pajak 2008 dst. atau Putusan Banding tahun pajak 2008 dst. yang ditolak atau diterima sebagian.
 Saat jatuh tempo pembayaran pajak adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan SKPKB atau SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali. Tarif sanksi bunga adalah 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
 Jika jumlah bulan untuk menghitung sanksi bunga dalam SKP/STP adalah maksimal 24 bulan, maka dalam menghitungan sanksi bunga penagihan jumlah bulan yang dapat diperhitungkan tidak dibatasi, artinya dapat lebih dari 24 bulan tergantung kapan Wajib Pajak melunasi utang pajaknya atau kapan pengenaan sanksi bunga tersebut dibuat. Saat pembuatan STP Bunga Penagihan adalah Bulan Juni dan Desember dalam setiap satu tahun dua kali.
 Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU No. Tahun 2009 tentang KUP pengenaan sanksi bunga penagihan hanya dapat dikenakan kepada  SKPKB atau SKPKBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Put. Banding dan Put. Peninjauan Kembali, sedangkan atas STP (misal atas STP Pasal 25)  tidak dapat dikenakan sanksi bunga penagihan.
Contoh  berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (1) KUP
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp 10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp 6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar                                     = Rp 10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan      = Rp   6.000.000.00
Kurang dibayar                                                                      = Rp    4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00)  = Rp         80.000,00
Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut pada huruf a, Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar                                     = Rp    10.000.000.00
Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan                       = Rp    10.000.000.00
Kurang dibayar                                                                       = Rp                    0,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00)= Rp         200.000,00
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 19 Ayat (2) KUP
Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp 1.120.000.00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. Wajib  Pajak tersebut diperbolehkan  untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai berikut:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000.00 = Rp 22.400,00.                                  
angsuran ke-2 : 2% x Rp   896.000.00 = Rp 17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp   672.000,00 = Rp 13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp   448.000.00 = Rp   8.960.00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp   224.000,00 = Rp   4.480,00.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00= Rp112.000.00.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 Ayat (9) KUP
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan  jumlah  pajak  yang  masih  harus  dibayar  sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000.00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Dalam hal ini, Wajib Pajak tidak dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 19, tetapi dikenai sanksi sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 50% x (Rp750.000.000.00-Rp200.000.000,00) = Rp275.000.000,00.
Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 27 Ayat (5d) KUP
Untuk tahun pajak 2008, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan  jumlah  pajak  yang  masih  harus  dibayar  sebesar Rp1.000.000.000,00 diterbitkan terhadap PT A. Dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Wajib Pajak hanya menyetujui pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 200.000.000,00. Wajib Pajak telah melunasi sebagian SKPKB tersebut sebesar Rp200.000.000,00 dan kemudian mengajukan keberatan atas koreksi lainnya. Direktur Jenderal Pajak mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp750.000.000,00. Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan oleh Pengadilan Pajak diputuskan besarnya pajak yang masih harus dibayar menjadi sebesar Rp450.000.000,00. Dalam hal ini baik sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 maupun sanksi administrasi berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) tidak dikenakan. Namun, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ayat ini, yaitu sebesar 100% x (Rp450.000.000,00 – Rp200.000.000.00) = Rp250.000.000,00.

PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK


PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK
  1. Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT, yang meliputi pokok pajak kenaikan bunga dan atau denda.
  2. Syarat-syarat piutang pajak yang dihapuskan adalah:
Piutang tersebut tercantum dalam STP, SKPKB, SKPKBT
Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta warisann tidak mempunyai ahli waris dengan bukti surat keterangan dari instansi yang terkait.
Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi karena pindah alamat
Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi
Penagihan pajak telah kadaluwarsa.

PENCEGAHAN


Pencegahan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 sub 20 pengertian pencegahan adalah sebagai berikut :
"Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang "
 
Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak minimal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan pejabat yang bersangkutan.
Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya :
-
Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan;
-
Alasan untuk melakukan pencegahan; dan
-
Jangka waktu pencegahan.
Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan. Keputusan pencegahan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman, Pejabat yang memohon pencegahan atasan Pejabat yang bersangkutan, dan Kepala Daerah setempat. Pencegahan tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

LELANG


A. PENGERTIAN LELANG
-
Definisi lelang dalam Undang-Undang  Nomor 19 Tahun 2000 Pasal 1 sub 17 adalah penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
-
Apabila utang pajak lunas dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
-
Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang.
-
Barang yang disita digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara :
  1. Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah;
  2. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindah bukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan;
  3. Obligasi,saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat;
  4. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;
  5. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;
  6. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat

B. PENGUMUMAN LELANG
-
Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang (Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 JO Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 ). Pengumuman lelang dilaksanakan sekurang-kurangnya 14 (empat belas hari) sejak pengumuman lelang. Sebelum pengumuman lelang dimuat di mass media, pejabat menulis surat kepada Kepala Kantor Lelang setempat untuk minta jadwal waktu dan tempat pelelangan diadakan. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita dan sekaligus pejabat atau wakilnya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang, sekaligus menandatangani asli risalah lelang.
-
Larangan Terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak (Pasal 26 Ayat 4 dan Ayat 5 Undang-Undang Nomor  19 TAHUN 1997 JO Undang-Undang Nomor  16 Tahun 2000 )
-
Pejabat dan juru sita pajak dilarang untuk membeli barang sitaan yang dilelang. Ini berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat. Terhadap larangan tersebut, pejabat dan Jurusita Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Lelang dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan WP/PP belum memperoleh putusan dari Direktur Jenderal Pajak. Di lain pihak, lelang dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh WP/PP
-
Apabila WP/PP telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan atau Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atau Obyek Sita musnah pelaksanaan lelang tidak dilakukan.
-
Hasil lelang digunakan lebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak dan sisanya untuk membayar utang pajak. apabila lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Selanjutnya sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada WP/PP segera setelah pelaksanaan lelang. Terhadap Pejabat yang lalai melaksanakannya dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan .

C. SYARAT-SYARAT LELANG ADALAH
  1. Lelang dilakukan di muka umum
  2. Lelang dilakukan berdasarkan hukum
  3. Lelang dilakukan di hadapan Pejabat
  4. Lelang dilakukan dengan penawaran harta
  5. Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat
  6. Lelang ditutup dengan Berita Acara

D. HAK/KEWAJIBAN WP YANG BARANGNYA DILELANG
  1. Menerima Surat Pemberitahuan tentang akan dilakukan pelelangan barangnya
  2. Ikut menyaksikan pelaksanaan lelang
  3. Menentukan urutan barang yang dilelang
  4. Apabila hasil lelang melebihi utang pajak dan segala biaya, maka WP/PP berhak menerima kembali kelebihan hasil lelang dan juga barang yang tidak jadi dilelang
  5. WP/PP wajib menyerahkan barangnya kepada pemenang lelang, baik berupa harta gerak maupun harta tak gerak.


E. PELAKSANAAN LELANG
Jurusita pajak datang ke tempat di mana barang tersebut akan dilelang untuk mendampingi juru lelang. Sesaat sebelum pelelangan dimulai sebaiknya Jurusita Pajak menanyakan kepada WP/PP apakah utang pajaknya akan dilunasi. Seandainya WP/PP dapat dan bersedia melunasi utang pajaknya, maka pelelangan dibatalkan, bila tidak maka pelelangan segera dilakukan.
Saat pelelangan sebaiknya Pejabat yang bersangkutan atau wakilnya dapat menghadirinya. Juru lelang kemudian mengumumkan kepada calon pembeli tentang syarat apa yang harus dipenuhi serta cara penawarannya.
WP/PP berhak untuk menentukan urutan menurut mana barang-barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambah dengan biaya pelaksanaannya , maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan dengan segera kepada WP/PP.
Segera selesai pelelangan, maka Kantor lelang, Jurusita Pajak, atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan melaporkan kepada atasannya untuk membuat Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang.
Dengan telah dijualnya barang-barang sitaan itu, maka hak atas barang-barang tersebut berpindah dari WP/PP kepada pembeli yang tawarannya telah diterima, segera setelah pembeli tersebut memenuhi syarat-syarat pembelian.

PENYANDERAAN


Penyanderaan (Gizjeling)
Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000

PP No 137 TAHUN 2000
Apa yang dimaksud dengan penyanderaan (gijzeling)?
Pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
 

Apa syarat penyanderaan (gijzeling)?
1.Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya Rp100.000.000 (seratus juta rupiah);
2.Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Kapan penyanderaan (gijzeling) dilaksanakan?
penyanderaan (gijzeling) dilaksanakan pada saat Surat Perintah penyanderaan (gijzeling) diterima oleh Penanggung Pajak yang bersangkutan.

Berapa lama masa penyanderaan (gijzeling)?
Paling lama 6 (enam) bulan sejak Penanggung Pajak dimasukan pada tempat penyandraan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Berapa lama masa penyanderaan (gijzeling)?
Paling lama 6 (enam) bulan sejak Penanggung Pajak dimasukan pada tempat penyandraan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Apa saja yang termasuk dalam biaya penyanderaan (gijzeling)?  
1.Biaya selama dalam penyanderaan (gijzeling) di rumah tahanan dan
2.Biaya penangkapan dalam hal Penanggung Pajak melarikan diri dari rumah tahanan
 

Siapa yang menanggung biaya penyanderaan (gijzeling) ?
Biaya penyanderaan (gijzeling) dibebankan kepada Penanggung Pajak yang disandera dan diperhitungkan sebagai biaya penagihan pajak.


Apakah penyenderaan dapat mengakibatkan hapusnya utang dan terhentinya pelaksanaan penagihan?
Penyanderaan (gijzeling) tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan
Kemana gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penyanderaan (gijzeling) dapat diajukan?
Hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.
Kapan gugatan terhadap penyanderaan (gijzeling)?
Selama Penanggung Pajak dalam penyanderaan.
Kapan gugatan terhadap penyanderaan (gijzeling) tidak dapat diajukan?
Setelah masa penyanderaan (gijzeling) berakhir.
Apakah gugatan terhadap penyanderaan (gijzeling) dapat menunda pelaksanaan penagihan?
Gugatan tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.

Dalam hal bagaimana Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi atas penyanderaan (gijzeling)?
1Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2Permohonan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi diajukan kepada Pejabat yang menerbitkan Surat Perintah penyanderaan (gijzeling).
Bagaimana pelaksanaan rehabilitasi nama baik atas penyanderaan (gijzeling) ?
Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media cetak harian yang berskala nasional dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak.
Berapa besarnya ganti rugi yang diberikan pejabat kepada Penanggung Pajak yang mendapat rehabilitasi nama baik atas penyaderaan?
Besarnya ganti rugi yang diberikan Pejabat kepada Penanggung Pajak adalah sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) setiap hari selama masa penyanderaan (gijzeling) yang telah dijalaninya.

Kapan ganti rugi atas penyanderaan (gijzeling) diberikan?
Paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak.



Sumber: www.pajakonline.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More